Industri game zaman sekarang telah mengalami banyak perubahan, terutama di dunia barat. Franchise game apa pun kini sering diselipkan unsur agenda “woke” seperti LGBT, feminisme, dan gerakan sosial lainnya.
Namun, hal ini sering menjadi masalah bagi banyak komunitas dan perusahaan game. Tidak sedikit game dengan tema ini yang justru mengalami kerugian besar. Meski begitu, mengapa industri game barat terus menyisipkan agenda-agenda tersebut di dalam game mereka?
Apa itu Istilah “Woke”?
Istilah “agenda woke” merujuk pada upaya meningkatkan kesadaran sosial tentang hak-hak LGBT, feminisme, hingga gerakan seperti Black Lives Matter.
Gerakan ini bertujuan melawan diskriminasi dan ketidaksetaraan, terutama yang dihadapi komunitas tertentu. Meski tujuannya positif, banyak yang merasa bahwa elemen ini justru merusak karena tidak disisipkan dengan bijak, melainkan terlalu memaksa.
Agenda Woke dalam Industri Game
Contoh-contoh nyata bisa ditemukan pada berbagai game populer. Beberapa game terkenal mengusung agenda feminisme, seperti memperlihatkan karakter perempuan yang bisa melakukan aksi layaknya pria. Namun, unsur-unsur seperti ini terkadang terasa berlebihan dan mengganggu esensi dari permainan itu sendiri.
Tidak hanya itu, game lain menampilkan karakter-karakter yang secara terang-terangan mewakili komunitas LGBT, sering kali ditambah dengan desain yang dianggap tidak sesuai, seperti karakter-karakter dengan tampilan yang tidak menarik secara estetika. Hal ini justru membuat banyak gamer merasa terganggu dan kehilangan minat.
Fakta menariknya, banyak dari game yang terlalu menonjolkan agenda woke justru mengalami kerugian. Beberapa judul game seperti Dustborn dan Forspoken yang mengusung tema-tema ini terbukti gagal di pasaran.
Sementara itu, game yang tidak memasukkan unsur agenda woke secara terang-terangan malah meraih kesuksesan besar, baik dari segi penjualan maupun jumlah pemain aktif.
Alasan Merajalelanya Agenda Woke dalam Industri Game
Lantas, mengapa developer game tetap memaksakan agenda woke meskipun banyak yang berakhir merugi? Ada dua alasan utama. Yaitu
1. Perusahaan Rahasia Dibalik Layar
Banyak perusahaan besar di industri ini dimiliki atau dipengaruhi oleh perusahaan seperti BlackRock, yang memiliki misi untuk mendorong agenda sosial. Tujuannya bukan semata-mata menghasilkan uang, tetapi mempromosikan pandangan tertentu ke publik.
2. Karyawan yang Sudah Terdoktrin
Banyak karyawan di perusahaan game yang memang mendukung agenda woke, sehingga unsur-unsur ini kerap diselipkan dalam game tanpa perlu tekanan dari luar.
Keresahan Para Gamer Mengenai Agenda Woke
Para gamer, baik di Indonesia maupun di luar negeri, sering kali hanya ingin menikmati game sebagai hiburan, bukan untuk menyerap propaganda sosial. Jika game yang dirilis terus dipenuhi dengan unsur agenda woke yang mengganggu, bukan tidak mungkin reputasi industri game akan semakin merosot.
Game di era sebelumnya, yang fokus pada cerita, seni, dan desain karakter yang menarik, justru lebih memberikan pengalaman positif dan menguntungkan bagi para pemain.
Ke depannya, penting bagi para gamer untuk lebih sadar terhadap game-game yang dirilis, apakah mereka memiliki unsur propaganda yang mengganggu atau tidak.
Sebagai konsumen, kita juga berhak menilai apakah sebuah game benar-benar layak untuk dimainkan atau hanya sekadar alat untuk mempromosikan agenda tertentu.
Kesimpulan
Pada akhirnya, agenda woke dalam industri game sering kali memicu perdebatan di kalangan gamer. Meskipun tujuannya mulia, banyak yang merasa bahwa elemen-elemen ini merusak esensi hiburan dalam permainan.
Ke depannya, pengembang game perlu lebih bijak dalam menyisipkan isu sosial. Mereka harus tetap fokus pada elemen utama game, seperti cerita dan gameplay. Gamer juga berhak memilih dan mendukung game yang menawarkan pengalaman murni tanpa terlalu banyak agenda tersembunyi.
Terima kasih telah membaca artikel ini. Jika Anda juga merasa jenuh dengan game-game berunsur agenda woke, silakan tinggalkan komentar dan bagikan pendapat Anda!
kurangi bermain game yah!!
ingyah